Senin, 24 Agustus 2015

Gebyar Toraja International Festival 2015

TorajaBercerita- Toraja Utara kembali menghelat Festival bertaraf internasional  setelah sukses  digelar pada tahun 2014 lalu. Toraja International Festival 2015 (TIF 2015) yang didukung oleh Kementerian Pariwisata dan pemerintah daerah ini hadir kembali dengan semarak pada  14-16 Agustus 2015 di desa Ke’te’ Kesu, Toraja Utara. Tentunya momen ini sangat dinanti-nantikan masyarakat lokal, wisatawan domestik, maupun mancanegara yang hendak bertandang ke Toraja.

Desa Ke’te Kesu, tempat perhelatan festival ini merupakan desa megalitik yang berumur lebih dari 900 tahun, dimana terdapat peninggalan purbakala berupa kuburan batu yang diperkirakan berusia 500 tahun lebih dan diletakkan menggantung di tebing atau di dalam gua.

Kilauan cahaya warna warni fetival menghiasi lumbung – lumbung  yang berjejer di Ke’te kesu sehinggga tempat wisata yang terkenal mistik tersebut tak terlihat angker, malahan nampak indah dan eksotis saat malam hari.

Festival seni dan budaya ini dihelat setiap tahun, guna mengangkat nama Toraja di dunia internasional. Sejak pertama kali diselenggarakan pada 2013 lalu, Even ini telah menjadi festival kebanggaan masyarakat Toraja, khususnya Toraja Utara.

Event tahunan yang diselengarakan di objek wisata yang memiliki potensi potret budaya yang kaya ini mengangkat tema “Ma Bugi”.  Ma Bugi adalah sebuah tarian syukuran yang menceritakan kesetiakawanan. Baik tua muda, laki-laki maupun perempuan dapat menari bersama. Tarian itu biasa dilakukan setelah usai rambu solo’ (pesta pernikahan), setelah panen padi usai, setelah selesai membangun rumah dan empunya rumah siap menempati rumahnya. Tarian ini membentuk formasi lingkaran dan saling bergandengan tangan satu sama lain sambil menyanyikan sebuah nyanyian adat, lalu jumlahnya bertambah banyak karena masyarakat yang bergabung.

Tarian Ma Bugi
Tarian Ma Bugi  sendiri tampil pada pembukaan TIF 2015 dengan judul Toraja Symphony. Selain Mabugi, TIF akan menampilkan tarian Pa’gellu oleh grup Baine Maballo, Karombi, Manganda, dan Pompang.


Para musisi tanah air berpartisipasi dalam even ini antara lain Kunokini, Toni Q, Madandan, Toraja Choir, dan Ma’nimbong. Selain itu Itu musisi dunia juga dihadirkan seperti,  Gotrasawala Ensemble dan Ana Alcaide (Spanyol), BoiAkih (Belanda), Ron Reeves (Australia), Helga Sedli (Hongaria), dan Yzbegim Yoshlari (Uzbekistan).

Helda Sedli, Violist asal Hugaria
 Yzbegim Yoshlari (Uzbekistan)
Sesuai dengan namanya, TIF adalah sebuah festival internasional yang bertujuan untuk membawa berbagai grup dan bentuk kesenian dunia datang ke Tanah Sakral Toraja.

"Dengan memboyong grup musik ternama dari dalam dan luar negeri, TIF diyakini akan semakin menjadi pusat perhatian dunia dan media massa," ujar Franki Raden selaku penggagas TIF, kamis (13/8/2015).

Festival  ini menampilkan beragam pertunjukan seni yang menggabungkan budaya internasional dan dan budaya tradisional nusantara. Beberapa artist internasional  berkolaborasi bersama penampil kesenian nusantara, sehingga tercipta pertunjukan  yang harmoni dengan keragaman budaya di panggung TIF.

Selain itu, serangkaian festival ini terdapat Tenunan Toraja atau Sa'adan pada 13 Agustus, Pameran Kerajinan Toraja Kete Kesu, 14-16 Agustus, Pesta Makanan dan Pojok Kopi Toraja 13-16 Agustus 2015.

"Program yang sangat beragam ini diharapkan akan membuat para pengunjung TIF mendapatkan sebuah kenangan dan pengalaman yang sangat berkesan selama empat hari mengunjungi Tanah Toraja," paparnya.

Menariknya, minuman kopi di Coffe corner disediakan gratis oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Toraja Utara untuk semua pengunjung TIF.

Indonesia memang kaya akan budaya. Buktinya Toraja memiliki warisan budaya yang sangat berharga yang tak ada di tempat lain. Maka dari itu, tugas kita sebagai masyarakat Indonesia adalah menjaga warisan leluhur tersebut agar tak punah hingga generasi berikutnya dapat merasakan indahnya budaya Toraja ini. Sebab itulah TIF selalu berusaha menampilkan dan menggali segala jenis kesenian Toraja yang telah hidup selama ratusan tahun.

“Suatu saat Tanah Sakral ini diharapkan akan dapat menjadi ikon dari pertemuan budaya segala bangsa di dunia sebagaimana halnya dengan Indonesia sendiri”. Ucap konseptor TIF 2015, Franki Raden, Kamis itu.




Tarian Ma' gellu - Baine Maballo










                      

Sabtu, 08 Agustus 2015

Negeri di atas awan: Pango-pango



Bila anda berencana berlibur ke Sulawesi Selatan dan menyukai wisata alam, objek wisata ini bisa masuk dalam salah satu daftar tujuan anda yang tak boleh terlewatkan di Toraja.
Objek wisata Pango Pango merupakan Kawasan Hutan yang terletak di atas puncak gunung dengan ketinggian 1600 s/d 1700 DPL. Destinasi wisata yang belum lama ini muncul terletak ± 7 km dari Makale ibu kota kabupaten Tana Toraja itu, adalah objek wisata (OW) alam (agro wisata) yang sering dijadikan bumi perkemahan oleh pemda setempat. 
Saat kaki melangkah masuk ke dalam kawasan ini pengunjung langsung dapat merasakan kesejukan di alam bebas. Sekitar wilayah Pango-Pango ini, banyak ditanami berbagai macam tanaman salah satunya produk unggulan seperti kopi, juga coklat, enau, tamarillo (markisa belanda), kacang tanah, jagung dan beragam sayuran.
Pango-Pango sebuah kawasan indah sejuk nan hijau mempesona ini dipenuhi rimbunan pohon pinus. Tak salah tempat ini menjadi salah satu objek wisata favorit. 
Saat penulis mendatangi tempat ini, Selasa (29/4/2014) di tengah-tengah rindangnya pepohonan pinus yang berjejer bak payung raksasa mengkuncup ke atas, terdapat beberapa gazebo yang disediakan khusus bagi pengunjung menikmati suasana alam yang sejuk ataupun sekedar beristirahat sejenak. 
Keseluruhan gazebo yang dibangun oleh Pemda di tempat ini berjumlah 11 buah gazebo yang tersebar di beberapa titik lokasi.
Hal utama yang paling menarik di OW ini yaitu pesona alamnya yang luar biasa. Sebuah pemandangan menakjubkan terhampar didepan mata, bila pengunjung mengalihkan pandangan dari atas OW ini yang memang berada lebih tinggi ke hamparan lembah dibawahnya. 
Dari tempat ini kita dapat melihat dengan jelas Kota Ge'Tengan, Sangalla, Kota Makale ibu kota Kabupaten Tana Toraja, Rantetayo (lapangan terbang), juga Rantepao ibu kota kabupaten Toraja Utara dan beberapa tempat lainnya.
Apalagi bila sang matahari akan berangkat ke peraduannya, cahayanya yang kuning keemasan dihiasi dengan baluran putih awan yang berarak tak beraturan bak pernak-pernik mutiara yang sedang menggantung di ditengah warna kuning sang mentari. 
Bila sang matahari timbul di ufuk timur pemandangan menakjubkan lainnya dapat kita saksikan. Arak-arakan awan putih indah berada tepat di bawah kita yang menyelimuti seluruh kota Makale dan sekitarnya dari atas puncaknya. Wajar bila tempat ini disebut  negeri diatas awan.  
Konon, di puncak gunung dengan pesona alam yang indah ini dulunya  bekas pos penjagaan tentara jepang untuk mengawasi pergerakan pesawat musuh pada masa perang. Namun sayang, situs bersejarah ini  telah rusak oleh ulah orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Jika memilih untuk bermalam di lokasi ini, anda dapat membawa tenda sendiri atau jika tak mau repot dapat menyewa villa yang tersedia di tempat ini. Selain alam yang indah, pemerintah juga sedang merencanakan destinasi buatan seperti kolam renang, area berkuda, eko turisme, trekking dan outbound.

Keindahan alam Pango-Pango menarik banyak perhatian wisatawan yang ingin berkunjung kesana. Meskipun akses jalanan menuju kesana masih berbatu dan bergelombang, tetapi tetap saja wisata alam satu ini menjadi laternatif layak dikunjungi para wisatawan. Terutama bagi anda yang suka dengan trekking.

Tak ada tarif yang dikenakan bila anda berkunjung ke tempat ini. Fasilitas pendukung lainnya yang disediakan ditempat ini yaitu pembukaan jalan, lapangan parkir, MCK, dan sarana lainnya. 
Selain itu di tempat ini kita tak perlu khawatir atau repot membawa bekal jauh-jauh,   
Karena di tempat ini banyak dijumpai pedagang yang menjual dagangannya di tempat tertentu. Dari pagi hingga subuh hari menjajakan aneka makanan cepat saji seperti  mie, berbagai snack dan minuman hangat seperti teh, kopi Toraja, dan sara’ba (minuman khas Sulawesi Selatan, orang Jawa menyebutnya wedang jahe)